Ada pepatah Arab mengatakan “Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China.” Kini, banyak ahli ekonomi mengatakan “Sekaranglah momentum yang tepat untuk melaksanakannya.” Artikel ini coba mengulas bagaimana Tiongkok (China) dapat berkembang pesat menjadi superpower, dan bagaimana –sebenarnya- Indonesia dapat mencontoh mereka.
Tiongkok, setelah masa kemerdekaannya pada tahun 1949 merupakan negara dengan sistem ekonomi sangat tertutup. Hal ini disebabkan oleh kepemimpinan Presiden Mao Zedong yang sangat anti-kapitalisme sehingga tidak ada aliran investasi dari negara lain. Terlebih ketika Uni Soviet, negara komunis tetangga, mengandalkan perindustrian menjadi tumpuan ekonomi, sementara Tiongkok mengandalkan pertanian. Hal tersebut memperparah kemiskinan warga Tiongkok, kemudian merembet pada sulitnya akses pendidikan, kriminalitas, angka harapan hidup yang pendek, dan langkanya teknologi untuk mempermudah kehidupan masyarakat.
Namun, gebrakan besar-besaran terjadi pada tahun 1980-an ketika Deng Xiaoping naik tahta menggantikan Mao Zedong. Pertama, aspek ekonomi, Presiden Deng mengundang ratusan pengusaha dan investor dari luar negeri (kebanyakan dari barat) untuk berinvestasi di Tiongkok. Karena kebijakan tersebut, ekonomi Tiongkok tumbuh rata-rata 10% per tahun. Kedua, aspek pendidikan, Tiongkok ingin mencerdaskan anak-anak bangsanya agar dapat membangun negara dari ilmu yang didapat dari negara-negara maju di dunia. Tiongkok mengirim ratusan ribu anak-anak mudanya untuk belajar di negara lain, khususnya ke Amerika Serikat. Ketiga, aspek politik, Tiongkok memperbaiki hubungan dengan negara lain alias sangat menghindari konflik. Dengan pemikiran pragmatisme, strategi politik tersebut sangat melancarkan strategi gebrakan ekonomi dan pendidikan Tiongkok. Presiden Deng tidak lagi mementingkan kompetisi ideologi kapitalisme vs. komunisme, namun justru saling berkolaborasi satu sama lain. Kutipan paling terkenal dari Presiden Deng adalah “Tidak peduli apakah itu kucing putih atau kucing hitam, selama bisa menangkap tikus, itu adalah kucing yang baik.”
Pada masa kini, Tiongkok dapat dikatakan menjadi negara dengan masyarakat berteknologi paling canggih di dunia. Ketika anda ke Tiongkok, jangan harap dapat menggunakan uang kertas atau koin. Semua transaksi di kota-kota di Tiongkok hanya menerima transaksi elektronik alias uang digital, bahkan di pasar tradisional sekalipun. Banyak kegiatan dan transaksi yang sudah dilakukan semua serba ‘robot’ sekarang, seperti membeli barang di minimarket tanpa kasir, restoran tanpa pelayan, dan banyak gebrakan teknologi lain yang dapat dengan mudah ditemukan di Tiongkok.
Keajaiban ekonomi Tiongkok inipun sangat dirasakan khususnya oleh para pejabat dari beberapa negara yang pernah berkunjung ke Tiongkok sebelum ‘gebrakan ekonomi’ dan diakui sendiri oleh para petinggi Negara Tiongkok. Seorang delegasi Indonesia untuk Tiongkok pada tahun 1970-an pernah berkata, “Saya tidak melihat mobil-mobil canggih ataupun kendaraan-kendaraan mewah lainnya di Beijing. Di ingatan saya hanyalah seonggok bus kota reyot yang masih dipakai dengan kepulan asap kotor di mana-mana.” Beberapa pengamat dari Amerika Serikat juga pernah menjadi saksi mata, “Di tahun 1970-an ketika saya ke Tiongkok, pedagang Tiongkok di pasar sangat kagum dan heran dengan kalkulator yang saya tunjukkan pada mereka yang dapat menghitung angka dengan cepat. Padahal saya membelinya di Amerika hanya dengan US$2 saja.” Bahkan menurut para pengamat lain, mereka juga berkomentar masalah perubahan kota di Tiongkok, “Shenzen dulunya (tahun 1970-an) adalah desa. Bukan kota, tapi desa, yang isinya hanyalah tukang pandai besi. Sekarang Shenzen adalah salah satu pusat ekonomi dan pelabuhan di Tiongkok.” Dan dengan adanya revolusi ekonomi ini, Presiden Tiongkok sekarang, Xi Jinping turut berkomentar, “Sekarang, sudah berakhirlah masa pem-bully-an kepada bangsa Tiongkok.”
Indonesia dapat pula mencontoh Tiongkok dan merasakan keajaiban ekonomi dengan gebrakan ekonomi dan pendidikan. Langkah pemerintah saat ini sangat mengedepankan pragmatisme ekonomi untuk pembangunan. Misi pemerintah yang sangat ingin mengundang investor untuk masuk ke Indonesia dengan cara membuat undang-undang dan peraturan untuk memudahkan investor dapat dikatakan adalah langkah yang tepat. Namun, sebenarnya Indonesia juga dapat meluaskan pasar ekspor dan menggenjot UMKM agar dapat bersaing dalam perdagangan global. Dari segi pendidikan, pemerintah telah membuat keputusan yang sangat mempengaruhi peningkatan kualitas pendidikan dan ekonomi Indonesia. Banyak program yang sebelumnya tidak ada, seperti pertukaran pelajar ke luar negeri dan sesama kampus dalam negeri, magang, dan banyak program lainnya. Namun, Indonesia seharusnya lebih menekankan lagi pada daya saing pelajar dan mahasiswa. Indonesia harus lebih memperbanyak kesempatan pada anak-anak didiknya agar dapat belajar di luar negeri dengan beasiswa dari pemerintah. Ditambah lagi, Indonesia dapat mencontoh sistem pendidikan negara-negara maju yang tidak kaku dan kolaboratif, seperti Finlandia, Jerman, Jepang, Singapura, dan lain-lain.
Tiongkok adalah negara yang dulunya dikategorikan sebagai negara miskin, tapi kini, mereka telah menjelma menjadi kekuatan ekonomi superpower di dunia. Masyarakat yang berteknologi tinggi dan perkembangan kota-kotanya yang pesat sangat dirasakan oleh para pengamat dari negara maju, dan juga dari Indonesia. Hal ajaib dari Tiongkok tersebut dapat dicontoh oleh Indonesia dengan melakukan gebrakan ekonomi dan pendidikan. Ini merupakan salah satu pilihan langkah yang dapat ditempuh pemerintah Indonesia untuk berharap, Indonesia dapat menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, yang akan mampu memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi warga negaranya.
Baca Juga : https://synapsetechnologiesinc.com/ekonomi-syariah-adalah/